The truth will always be the truth.
Aku bertemu banyak orang dengan banyak kepribadian dan karakter, seperti halnya tiap orang di dunia ini. Seiring berjalannya hidup, akan selalu bertemu dengan orang yang berbeda-beda bukan? Lalu aku mulai mempelajari apa itu toleransi dan aplikasinya, menghargai pendapat orang lain yang berbeda tanpa perlu mengubah prinsip awal, menahan diri saat harus bekerja sama dengan berbagai karakter yang tidak nyaman, mengatasi berbagai tekanan tanpa mengumbar keluhan, menghadapi setiap persoalan tanpa merasa takut untuk maju, memberanikan diri dalam menghadapi kegagalan, memantaskan diri dalam setiap usaha yang dibangun, maupun bertanggung jawab atas kehidupan sendiri.
Banyak fase ‘mengapa’ yang aku lewati terlebih dulu sebelum akhirnya mendapatkan sesuatu – setidaknya itu anggapanku. Mengapa orang ini harus bersikap seperti itu? Mengapa mereka tidak menyadari bahwa itu salah? Mengapa orang itu merasa baik-baik saja setelah apa yang dia lakukan? Dan deretan mengapa lainnya. Everyone does judge quickly on everything. Hanya saja, ada yang menyampaikannya dan ada yang memilih sebaliknya. Aku biasanya memilih diam dan sekedar berdebat dengan otak-batinku sendiri (and it turns out I always find that it might be caused by their backgrounds too), atau jika tidak tahan, aku menghubungi ibu untuk sekedar berdiskusi melepas hasrat penasaran.
Aku sangat menyadari bahwa aku, dan mungkin hampir setiap orang di dunia ini, pernah mengalami fase dimana menginginkan kebebasan saat muda. Umurku 21 tahun dan aku tahu aku masih tergolong muda. Tapi aku hanya tidak ingin terbelenggu dengan kata ‘muda’, seperti halnya sosok-sosok yang seringkali aku jadikan objek untuk aku amati ini. Aku merasa banyak orang diusiaku atau bahkan satu-dua tahun diselisihnya yang berpikir seakan mereka akan terus hidup sangat lama. Atau bahkan merasa bahwa masa yang mereka sebut muda itu harus selalu dihabiskan dengan suatu hal yang dianggapnya sebagai kebahagiaan yang tidak akan bisa mereka lakukan lagi di masa lainnya, padahal sebenarnya semu. Aku mendengar banyak dari sosok-sosok itu yang menggaungkan semboyan masa muda seperti ‘stay young’, ‘never get old’, dan hal senada. Aku tau arti terjemahan lepasnya, tapi pemaknaan yang diberikan pada kata-kata tersebut bisa menjadi banyak hal. Sayangnya, aku merasa bahwa seringkali pemaknaan itu berujung pada tetaplah menjadi muda dan bebas, lakukan apa yang ingin kau lakukan sesukamu, nanti saja dulu dewasanya, tidak perlu menjadi tua. (But wait, bukan berarti aku merasa bahwa aku sudah merasa sangat tua hanya karna aku menulis semua ini).
Bagiku, segala pernyataan semboyan dan hal semacamnya tadi hanyalah sebuah pengelakkan. Mengelak dalam menghadapi kenyataan bahwa terhitung sejak aqil baligh, semua tanggung jawab amal hidupmu ada pada pundakmu sendiri. Apa yang disebut dosa dan pahala sudah bisa dirimu pilih dan menanggungnya sendiri. ‘tetaplah muda, bebas, dan coba & lakukan hal sesukamu yang kamu mau’, while the time is ticking.
Mungkin itu kenapa banyak yang menganggap jika para anak muda yang melakukan hal-hal yang sebenarnya dilarang adalah mereka yang tidak dewasa. Karena mungkin sebenarnya sudah banyak yang tahu bahwa dosa dan amal mereka sudah ditanggung oleh mereka sendiri, namun yang dilakukan hanya terus menolak kenyataan dengan kalimat ‘menikmati hidup’, sementara kenyataannya adalah keharusan mulai bersikap dewasa, mengikuti aturan, dan menata diri. It's not because i've never been in that phase. I've been there and done with that. That's why i write this.
Kebenarannya adalah tidak ada masa dimana kamu merasa bisa melakukan banyak hal sesuka hatimu dalam arti yang sebebas-bebasnya. Jika kamu merasa bahwa hal itu adalah sumber kebahagiaanmu, maka definisi bahagia perlu kamu atur kembali. Jika kamu merasa bahwa hal itu adalah arti dari kebebasan yang selama ini kamu yakini, maka kamu perlu menemukan apa itu kebebasan sejati.
Kebenarannya adalah masa yang kamu anggap muda itu tidak ada yang mengetahui akan berakhir dititik mana, dititik kamu sedang melakukan apa dan dengan siapa. Sementara waktu terus berjalan, dan enggan sedetikpun menungguimu jika tidak lekas beranjak. Lalu kamu menyadari bahwa kamu belum mendapatkan apapun selama ini selain sesuatu yang kamu sebut kebebasan itu.
Masa aqil baligh adalah penanda untuk mencari tahu apa itu dan bagaimana menjadi dewasa yang sebenarnya. Aku pun masih terus mencoba. Hadapilah kebenaran-kebenarannya dengan bijak, atau kerugian besar yang akan datang nantinya.
Aku merasa sangat sedih dan bahkan bisa menangis dalam hati sendiri melihat banyak sosok seperti itu – apalagi jika mereka adalah orang yang kukenal – sementara mereka tidak tahu kebenarannya. Tulisan ini hanya untuk melepas rasa bersalahku yang tidak selalu bisa menyampaikan hal seperti ini secara langsung, aku menulis karna aku pernah ada di posisi mereka dan aku ingin mereka bisa kembali, merasakan damainya mencoba memperbaiki apa yang patut.
Hope this helps to those who are still struggling to find the truth. xo
Because the truth will always be the truth, forever.
0 comments