Road to Big Day.
So, it’s been a rough week for me. Saya gak pernah ngebayangin bahwa akan begini ternyata rasanya..
Saya sudah memimpikan untuk dapat menikah muda sejak saya duduk di bangku sekolah menengah pertama. Untuk kebanyakan orang mungkin hal itu agak tidak biasa. Saya pun sebenarnya cukup tidak mengerti kalo dipikir-pikir, kenapa di usia se-belia itu sudah sangat berfikir kesana dan tidak pernah sedetik pun berubah sampai detik ini..
Saya pribadi pun adalah tipikal orang yang memang percaya pada mimpi. Sejak dulu, jika saya menginginkan sesuatu yang mungkin agak besar, saya cenderung hanya percaya. Benar-benar hanya bermodal percaya, tidak berfikir harus apa dan bagaimana. Saya hanya percaya, bahwa apa yang saya percayai akan terwujud jika saya memang sepenuhnya percaya begitu. Justru karena sifat kecil inilah yang mungkin membuat saya kadang terkesan keras kepala.
Tapi, setelah 22 tahun saya hidup. Jujur, tidak sedikit mimpi-mimpi masa kecil maupun mimpi-mimpi “barusan” yang memang menjadi nyata karena saya percaya. Saya benar-benar menyadari bahwa kepercayaan pada diri sendiri, pada harapan, dan pada apapun yang kita inginkan adalah akses terbesar untuk menuju itu semua.
Meskipun tidak semua hal terjadi seperti apa yang saya inginkan, karena toh kembali lagi bahwa kehidupan tetaplah sesuatu yang tidak bisa kita sangka. Namun memiliki kekuatan untuk terus percaya dan berprasangka baik pada apapun yang akan terjadi adalah suatu hal yang mahal dan berharga dalam menjalani ini semua. Sehingga ketika sampai pada titik dimana semuanya tampak berbeda, kita masih memiliki sisa kekuatan dan kelapangan hati untuk tidak menyalahi apapun atau siapapun. Setidaknya, itu yang saya pelajari.
Terlepas dari mimpi menikah muda sejak SMP, saya pun menyadari bahwa andil terbesarnya tidak lain adalah dari kedua orang tua saya sendiri, dan pendidikan yang saya dapat. Tidak ada yang mempengaruhi atau membujuk saya sama sekali kala itu. Saya hanya merasa dan yakin dari semua hal yang saya lihat sendiri, dari semua hal yang saya dapat, menikah di usia muda bukanlah hal yang buruk dan justru sebaliknya. Mungkin untuk penjelasan lebih dalam mengenai hal ini ada pada ahlinya. Hanya saja memang ini yang saya yakini.
Dan bukan karena saya tidak pernah mendengar atau melihat cerita pernikahan yang “bermasalah”. Saya bahkan mencari tau, saya membaca, saya mendengar berkali-kali, saya pun pernah melihat langsung. Bahkan bohong jika saya bilang saya tidak memiliki ketakutan. Tapi saya berusaha memahami, bahwa semua itu adalah pilihan. Karena saya pun berusaha mencerna, bahwa tidak ada satu rumah tangga pun di dunia ini yang sempurna tanpa cacat. Bahkan rumah tangga Rasulullah SAW sebagai manusia paling sempurna itu pun tidak lepas dari masalah. Selama kita terus bergerak, hidup ini memang dasarnya akan terus dibersamai oleh ujian. Pilihan kita untuk menghindarinya atau menghadapinya dengan tanggung jawab.
Sampai pada akhirnya saya berada di titik ini. Rasanya saya tidak tahan lagi untuk membendung segala jenis rasa yang saya rasakan pada beberapa bulan terakhir. Jika semuanya sesuai dengan rencana, insya Allah dengan izin-Nya, maka terhitung beberapa bulan lagi yang mungkin akan tidak terasa ini.. saya akan menghadapi dunia baru sebagai seorang istri.
Dulu, saat semuanya masih terasa terlalu jauh dari jangkauan, rasanya segalanya hanya akan indah saja. Rasanya saya hanya ingin memikirkan bahagianya menyusun acara pernikahan yang saya mau. Saya ingin nanti seperti ini, seperti itu. Rasanya hanya ingin membayangkan bahagianya bersama orang terkasih, memiliki seorang pendamping yang selalu ada untuk kita. Rasanya hidup seperti selesai dan melupakan dunia bahwa segalanya akan sempurna.
Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan diri, serta karunia Allah atas segala pengetahuan yang saya dapat hingga hari ini. Bagi saya, hari-hari menjelang pernikahan adalah waktu emas untuk menggali dan mempersiapkan segalanya. Walaupun sejujurnya saya sudah membaca buku-buku terkait pernikahan jauh sejak beberapa tahun silam, mendengar dan menghadiri ilmu terkait hal itu.. tetap saja, rasanya akan sangat berbeda. Rasanya tetap berbeda antara mempersiapkan saat masih jauh digapai dan mempersiapkan dengan perasaan yang “sebentar lagi”. Ada perasaan campur aduk yang rasanya tidak mampu saya gambarkan kesemuanya.
Perasaan tentang tanggung jawab, perasaan tentang mengenal dan memahami orang-orang baru serta kebiasaan baru, perasaan tentang apakah sanggup menjadi yang terbaik, perasaan tentang apa dan bagaimana yang harus saya berikan, perasaan tentang teori dalam buku dan implementasinya, perasaan tentang kira-kira apa yang akan saya hadapi di depan, perasaan tentang perlahan “meninggalkan” beberapa orang terdekat saya.. dan sederet perasaan-perasaan gundah tak menentu lainnya. Namun satu hal yang saya tau bahwa saya hanya ingin menjadi dan memberikan yang terbaik. Lebih dari separuh pikiran saya tersita pada hari-hari setelah pernikahan, bukan pada acara pernikahannya, literally.
Saya terus berusaha memahami bahwa rencana ini bernilai ibadah yang begitu besar baik dunia maupun akhirat. Saya pun mengetahui bahwa masih banyak sosok di sekeliling saya yang dipenuhi ketakutan tentang ini. Terkadang saya pribadi pun masih merasakannya,
Tapi saya tau.. sesuatu hal ini memang besar, bahkan saking besarnya ia dinilai mampu menyempurnakan setengah agama, tapi besarnya hal-hal yang dihadapi akan berbanding lurus dengan pahala ibadah yang didapat. Kadang meyakini hal tersebut mampu memberikan kekuatan tersendiri bagi saya. Mengingat bahwa dunia ini hanya permainan, dan ada hal lain yang lebih kekal. Wallahu’alam.
Apapun hal yang saya ungkapkan disini bahkan tidak setengahnya dapat mewakili seluruh perasaan yang saya rasakan. Memang benar kata orang, sebanyak apapun kata yang keluar tidak mampu mewakilinya bagi yang belum pernah merasakan. Namun diketahui persis oleh mereka yang pernah ada di posisi yang sama..
Semoga Allah berkenan mewujudkan semua niat baik dan menyiraminya dengan keberkahan selama sisa hidup.
AllahummaAmiin.
Farha, 27 Desember 2017.
Menanti.
Menanti.
0 comments