Prestasi yang 'Islam-Minded'
Banyak dari kita yang begitu antusias mencari dan menggali prestasi
dalam hal apapun. Tidak jarang yang merasa perlu bahkan secara ‘membabi-buta’
melakukan ini dan itu untuk ‘mengembangkan diri’ yang pada akhirnya demi eksistensi
semata. Berlomba mencari kedudukan, meperebutkan posisi sebagai petinggi, dan
hal sejenis lainnya. Tidak, jelas tidak ada yang salah dalam meraih prestasi.
Hanya saja, motivasi prestasi tersebut tidak jarang bermuara pada
hal semu. Para mahasiswa mungkin mencari berbagai pengalaman di organisasi yang
entah sebenarnya ia sukai atau tidak, untuk menaruh pengalamannya di CV saat
nanti melamar pekerjaan, bahkan tidak jarang dunia kampus pun dihuni berbagai
persaingan demi kedudukan di dunia kampus. Orang-orang yang berkarir mungkin
mencari berbagai kesempatan yang mampu memberikannya jaminan kedudukan dan
kekuasaan ditempat ia bekerja. Dan contoh lainnya yang bisa saja ditemukan di
kehidupan sehari-hari dalam dunia yang orang menyebutnya kian modern.
Jika saya tidak salah, kebanyakan motivasi itu hanya diisi oleh
hal-hal yang berbau dunia. Mahasiswa ingin mendapatkan pekerjaan bagus, yang
berkarir ingin mendapatkan pendapatan yang tinggi, dan sebagainya. Bahkan
rasanya hal itu telah menjadi lingkaran yang terus berputar untuk motivasi yang
hampir selalu sama. Maka rasanya jangan salahkan jika di akhir hari, jenuh
adalah sahabat diri dan kebahagiaan kerap dipertanyakan.
Saya pernah ada pada posisi sejenis.
Tapi di akhir hari justru merasakan kelelahan tanpa ujung, rasa
capek yang tidak cukup terbayar, dan
rasa jenuh yang menolak untuk kembali.
Hingga akhirnya mempertanyakan, adakah motivasi yang lebih baik?
sana saya mengubah haluan untuk hanya melakukan hal-hal yang
memang saya sukai bidangnya. Dari sana saya belajar mengatur prioritas untuk
tidak secara mebabi buta mengambil bidang yang ingin saya tekuni. Tapi nyatanya
hal itu belumlah cukup. Ada hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang tertentu
yang menguras tenaga, emosi, bahkan hartanya, namun mereka tidak kenal lelah
dan kerap bertahan. Secara rasional, tidak mungkin tidak ada motivasi khusus
dibaliknya.
Karna saya belajar, umumnya manusia membutuhkan balasan. Mungkin
itu juga kenapa ada surga dan neraka.
Motivasi abadi itu ternyata berasal dari Agama ini sendiri. Tidak
salah jika menginginkan prestasi dan harta yang melimpah. Tapi perbolehkan diri
sendiri untuk bertanya, untuk apa? Karna kepuasan diri itu memiliki kata akhir.
Lain halnya jika apa-apa yang telah diraih tersebut bermuara pada kejayaan,
keberlangsungan, dan kegemilangan Agama ini nantinya.
Biarkan saya memberi contoh. Ada seseorang yang berlimpah prestasi
dan hartanya, dengan tujuan agar selalu mendapatkan pekerjaan terbaik, menjadi
orang terpandang, menjadi orang yang diperhitungkan, orang yang memiliki
eksistensi tinggi, dan berhenti sampai disana. Lalu ada seseorang yang juga
berlimpah prestasi dan hartanya, ia meraihnya untuk memberikan ilmu dan harta
yang ia miliki agar dapat digunakan dan diberdayakan dalam kepentingan Agamanya
dan menjadi orang yang berguna bagi kejayaan Agamanya. Kira-kira, mana yang
lebih abadi?
Ibu saya dulu pernah berkata, “cari lah bidang yang sesuai dengan
fitrahmu sebagai wanita dan seorang ibu nantinya, niatkan setiap yang kamu
lakukan untuk meraih ridho-Nya, maka kamu tidak akan pernah lelah.”
Dulu sekali, saya tidak cukup mengerti arti kata beliau. Tapi
tampaknya hari ini saya mulai mencoba memahaminya.
Ya, pada akhirnya, Islam adalah sesuatu yang harus selalu ada dalam
tiap sendi kehidupan. Dulu saya tidak begitu menyadari dan masih harus
melogikakan apa-apa yang harus saya lakukan. Hingga suatu hari, anggap saja
sebagai hari penyesalan, saya merasa begitu kecil, bodoh, dan tidak tahu
apa-apa tentang dunia ini. Saya merasakan langsung salah satu ajaran Islam yang
baru benar-benar saya pahami setelah sekian lama, dan saya masih diberi
kesempatan untuk memperbaikinya. Yang kebanyakan orang pikir tidak logis,
ternyata sangat masuk ke dalam logika jika mereka mau benar-benar mengenal
Islam. Dari satu hal itu, saya pikir tidak perlu saya menunggu pembuktian
apakah hal lainnya bisa terbukti kebenarannya. Sudah saatnya mengamalkan Islam
dalam sendi kehidupan lainnya.
Termasuk dalam motivasi meraih prestasi itu sendiri.
Jangan sampai kebenaran itu baru disadari saat nafas hanya tinggal
ditenggorokan, dan semoga Allah menjaga keisiqomahan muslim-muslim yang Ia kehendaki.
BEST REGARDS,
Farha.
0 comments