Prestasi yang 'Islam-Minded'

by - Kamis, Desember 15, 2016

Banyak dari kita yang begitu antusias mencari dan menggali prestasi dalam hal apapun. Tidak jarang yang merasa perlu bahkan secara ‘membabi-buta’ melakukan ini dan itu untuk ‘mengembangkan diri’ yang pada akhirnya demi eksistensi semata. Berlomba mencari kedudukan, meperebutkan posisi sebagai petinggi, dan hal sejenis lainnya. Tidak, jelas tidak ada yang salah dalam meraih prestasi.

Hanya saja, motivasi prestasi tersebut tidak jarang bermuara pada hal semu. Para mahasiswa mungkin mencari berbagai pengalaman di organisasi yang entah sebenarnya ia sukai atau tidak, untuk menaruh pengalamannya di CV saat nanti melamar pekerjaan, bahkan tidak jarang dunia kampus pun dihuni berbagai persaingan demi kedudukan di dunia kampus. Orang-orang yang berkarir mungkin mencari berbagai kesempatan yang mampu memberikannya jaminan kedudukan dan kekuasaan ditempat ia bekerja. Dan contoh lainnya yang bisa saja ditemukan di kehidupan sehari-hari dalam dunia yang orang menyebutnya kian modern.

Jika saya tidak salah, kebanyakan motivasi itu hanya diisi oleh hal-hal yang berbau dunia. Mahasiswa ingin mendapatkan pekerjaan bagus, yang berkarir ingin mendapatkan pendapatan yang tinggi, dan sebagainya. Bahkan rasanya hal itu telah menjadi lingkaran yang terus berputar untuk motivasi yang hampir selalu sama. Maka rasanya jangan salahkan jika di akhir hari, jenuh adalah sahabat diri dan kebahagiaan kerap dipertanyakan.

Saya pernah ada pada posisi sejenis.

Tapi di akhir hari justru merasakan kelelahan tanpa ujung, rasa capek yang tidak cukup terbayar, dan  rasa jenuh yang menolak untuk kembali.

Hingga akhirnya mempertanyakan, adakah motivasi yang lebih baik?

sana saya mengubah haluan untuk hanya melakukan hal-hal yang memang saya sukai bidangnya. Dari sana saya belajar mengatur prioritas untuk tidak secara mebabi buta mengambil bidang yang ingin saya tekuni. Tapi nyatanya hal itu belumlah cukup. Ada hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang tertentu yang menguras tenaga, emosi, bahkan hartanya, namun mereka tidak kenal lelah dan kerap bertahan. Secara rasional, tidak mungkin tidak ada motivasi khusus dibaliknya.

Karna saya belajar, umumnya manusia membutuhkan balasan. Mungkin itu juga kenapa ada surga dan neraka.

Motivasi abadi itu ternyata berasal dari Agama ini sendiri. Tidak salah jika menginginkan prestasi dan harta yang melimpah. Tapi perbolehkan diri sendiri untuk bertanya, untuk apa? Karna kepuasan diri itu memiliki kata akhir. Lain halnya jika apa-apa yang telah diraih tersebut bermuara pada kejayaan, keberlangsungan, dan kegemilangan Agama ini nantinya.

Biarkan saya memberi contoh. Ada seseorang yang berlimpah prestasi dan hartanya, dengan tujuan agar selalu mendapatkan pekerjaan terbaik, menjadi orang terpandang, menjadi orang yang diperhitungkan, orang yang memiliki eksistensi tinggi, dan berhenti sampai disana. Lalu ada seseorang yang juga berlimpah prestasi dan hartanya, ia meraihnya untuk memberikan ilmu dan harta yang ia miliki agar dapat digunakan dan diberdayakan dalam kepentingan Agamanya dan menjadi orang yang berguna bagi kejayaan Agamanya. Kira-kira, mana yang lebih abadi?

Ibu saya dulu pernah berkata, “cari lah bidang yang sesuai dengan fitrahmu sebagai wanita dan seorang ibu nantinya, niatkan setiap yang kamu lakukan untuk meraih ridho-Nya, maka kamu tidak akan pernah lelah.”

Dulu sekali, saya tidak cukup mengerti arti kata beliau. Tapi tampaknya hari ini saya mulai mencoba memahaminya.

Ya, pada akhirnya, Islam adalah sesuatu yang harus selalu ada dalam tiap sendi kehidupan. Dulu saya tidak begitu menyadari dan masih harus melogikakan apa-apa yang harus saya lakukan. Hingga suatu hari, anggap saja sebagai hari penyesalan, saya merasa begitu kecil, bodoh, dan tidak tahu apa-apa tentang dunia ini. Saya merasakan langsung salah satu ajaran Islam yang baru benar-benar saya pahami setelah sekian lama, dan saya masih diberi kesempatan untuk memperbaikinya. Yang kebanyakan orang pikir tidak logis, ternyata sangat masuk ke dalam logika jika mereka mau benar-benar mengenal Islam. Dari satu hal itu, saya pikir tidak perlu saya menunggu pembuktian apakah hal lainnya bisa terbukti kebenarannya. Sudah saatnya mengamalkan Islam dalam sendi kehidupan lainnya.

Termasuk dalam motivasi meraih prestasi itu sendiri.


Jangan sampai kebenaran itu baru disadari saat nafas hanya tinggal ditenggorokan, dan semoga Allah menjaga keisiqomahan muslim-muslim yang Ia kehendaki.

BEST REGARDS,
Farha.

You May Also Like

0 comments