Blessings in disguise.

by - Selasa, Maret 14, 2017

sudah sejak kecil saya sering mendengar kalimat "nikmat iman dan islam", terutama sebagai kalimat pembuka dalam sebuah lingkaran kecil kajian islam. baik lingkaran kajian saya sendiri, maupun lingkaran kajian ibu yang saat itu saya ada disana.

dan sejak pertama kali mendengarnya pun saya tidak paham apa maksud dari kalimat tersebut dan hanya sekedar mengiyakan. biasanya kalimat itu diikuti oleh kata "alhamdulillah atas nikmat iman dan islam..." entah saya yang terlalu lugu dengan tidak memahaminya atau bagaimana.

saya tidak paham namun tidak mempermasalahkannya, pun tidak juga bertanya. karena biasanya setelah itu saya akan lupa.

hingga seiring berjalannya waktu, seiring usia, pengalaman, dan pola pikir yang terbentuk. saya perlahan memahami dengan sendirinya. selain tentunya petunjuk dari Allah swt, saya memahami melalui pengalaman yang saya lewati sendiri.

saya terlahir dari lingkungan muslim. tapi bukan berarti saya selalu taat sejak lahir. jika ada perumpamaan yang mengatakan bahwa kamu harus keluar dari suatu lingkungan/keadaan untuk melihat/mengukur lingkungan tersebut, maka itu yang saya alami.

lucunya, justru ketika saya berada di lingkungan yang tidak mendukung nilai-nilai islam secara keseluruhan, saya menemukan alasan kenapa lingkungan dengan nilai islam adalah lingkungan terbaik. justru ketika saya berada di posisi minoritas, saya menemukan mengapa saya rindu ketenangan lingkungan akan islam. justru saya menemukan berbagai hal yang membuktikan bahwa islam memang solusi. 

dengan membandingkan lingkungan tersebut dengan lingkungan yang sarat nilai islam-lah, yang membuat saya berpikir dan memahami betapa sebuah keimanan dan keislaman seseorang adalah kenikmatan paling hakiki yang terkadang luput untuk disyukuri. 

saya melihat berbagai macam sosok yang lupa akan nilai-nilai agamanya sendiri, melihat berbagai sosok yang masih bingung harus kemana, yang hanya mengikuti apapun arus perkembangan zaman dan hanya terus mengikuti. dan tidak jarang latar belakang keluarga adalah alasan dibaliknya. 

dari sana saya berpikir betapa saya amat beruntung. beruntung pagi ini masih dibangunkan oleh orangtua yang mengajak salat berjama'ah, dimarahi saat lalai, diingatkan saat melenceng. 

betapa saya terlambat menyadari begitu berharganya lingkungan yang selama ini saya miliki. karena tidak semua orang memiliki kesempatan untuk dikenalkan oleh islam dan beriman sejak kecil. yang berkemungkinan besar, mempengaruhi kehidupannya di masa yang akan datang.

tapi hal itu bukanlah alasan bagi seseorang dengan keluarga berbeda. disaat usia yang menginjak kepala dua, disaat keterbukaan informasi yang begitu mudah ditelursuri, disaat kita memiliki hak penuh untuk memilih jalan hidup yang dimau, dan disaat kita diberikan akal untuk berpikir sebaik mungkin. kata "tidak diajarkan" hanyalah sebuah alasan klasik yang terlampau basi. karna kenyataannya, kita selalu memiliki pilihan.

nikmat iman, dan islam. yang didapat dari lahir dan seringkali luput dari syukur, sesungguhnya adalah pangkal dari segala syukur yang lain. penting bagi kita untuk memastikan bahwa nikmat itu mampu menetap dengan terang. bagi saya, limpahan harta dan kebugaran diri tidak ada nilainya tanpa hati yang beriman. tanpa hadirnya iman, ketenangan hanyalah gerbang yang begitu jauh untuk digapai.

nikmat iman, dan islam. tidak didapat oleh semua manusia begitu saja. tidak dimiliki dan bahkan tidak disadari oleh semua kalangan manusia. maka sudah sepatutnya untuk berkali-kali mensyukurinya setiap hari, bagi siapapun pemeluk islam yang beriman hingga hari ini. dan semoga hingga nafas terakhir.

maka jangan lupa bahwa selalu ada yang bisa disyukuri setiap harinya. selalu.

XOXO,
FARHA.

You May Also Like

0 comments