The Real Woman.
Mungkin apa yang akan gw bahas disini lumayan kontroversial bagi beberapa pihak tertentu, but I don’t really give a damn to it as I write this on my own page.
Mungkin juga beberapa dari pembaca akan merasa gw paling bener sendiri atau apapun deh yg kalian pikirkan, terserah. I never meant to write a post just to make a war. Hehe
Gw sangat tau tentang lagi booming-boomingnya kesetaraan gender, nowadays. Yang kebanyakan fokusnya pada karir seorang wanita. Dan ga sedikit perempuan-perempuan seumur gw yang mulai “wah bener banget”, “agreed”, “cewek emg harusnya gitu kali!” dan sebagian antusiasme-antusiasme lainnya.
Well, gw tidak menyalahkan dan memang tidak berhak. Who am I to judge? Tapi seiring hari dengan semakin banyaknya dan semakin tereksposnya hal tersebut, gw tidak bisa tidak gatal untuk mengungkapkan apa yg gw pikirkan. Also, who are you to judge? J
Gw akan lebih gatel lagi ketika melihat itu terpintas pada perempuan-perempuan muslim, sih. Atau perempuan mana pun lah yang mengaku bahwa dia Islam. Kalo ngomongin apakah mereka mendapatkan pemahaman yg cukup ttg bagaimana seharusnya ajaran dlm agama ini, gw ga akan bisa ngomong apapun krn gw pikir itu bukan ranahan gw juga. Gw paling hanya bisa menyayangkan dengan sangat, dan semoga segera menemukan hal yang dapat memfasilitasi untuk memahami lebih jauh tentang “akar” agama kita.
Yang gw liat, ada satu sisi yang merasa bahwa perempuan yang memilih untuk segera menikah dan menjadi ibu rumah tangga adalah sesuatu yang kolot dan sangat ketinggalan jaman. Sebagian dari kita berpikir bahwa itu terjadi karena terlanjur terbawa oleh budaya-budaya nenek moyang.
Disisi lain, ada juga yang berpikir bahwa menjadi wanita karir adalah new era bagi kesejahteraan perempuan. Bahwa sudah saatnya perempuan menjadi pemimpin seperti apa yang biasa laki-laki lakukan selama ini, termasuk menunda pernikahan karena dianggap menghambat itu semua. Itu adalah kejayaan bagi perempuan dalam arti sebenarnya, bagi yang merasa demikian.
But dude… who are you to say that it’s only because of your grandma? Especially for us, moslem women.
Gw gak bisa untuk gak nulis bahwa jauh sebelum grandma-grandma kita pada lahir, Al-Qur’an udah menyatakan bahwa memang perempuan sebaiknya dirumah, dan tidak ada kebaikan bagi kaum yang dipimpin oleh seorang perempuan. Karena fitrah perempuan adalah pemimpin bagi rumahnya sendiri.. kalo gw gak salah, itu ada di Q.S Al-Ahzab:32-34.
Tapi hal ini bukan berarti gw mengutuk perempuan yg memilih bekerja. Gak se-ekstrem itu sih. Toh gw pun merasa akan tetap memilih itu saat udah nikah nanti selama itu memang diperlukan. Tapi, yg jd poin disini menurut gw adalah... untuk tetap menjadikan fitrah alami kita sebagai prioritas, pokoknya tanpa menyisihkan tanggung jawab utama sebagai isteri/ibu. Itu pun ya tadi, jika diperlukan. Somehow gw sangat seringgg mendengar cerita real yg intinya ketika seorang perempuan udah keluar dari fitrahnya, banyak banget kekacauan yg muncul. Dan dari sana gw bener-bener mencoba mencerna bahwa selama kita mengikuti aturan yang ada, everything's gonna be okay. Masalah akan selalu ada, tapi at least kita gak akan kehilangan arah.
Dan itu juga yang gw deeply concern, memang sih Al-Qur’an yang bilang kayak gini, tapi gw bener-bener percaya tanpa mengurangi rasa berpikir gw (karna bagi sebagian orang semuanya harus pake nalar), bahwa memang sejatinya, sudah sewajarnya dunia ini punya aturan sendiri yg tercantum jelas di agama ini, dan kita kebanyakan hanya sok tahu disaat sebenarnya kita gak tahu tentang apapun. Sudah aturannya juga bagi alam ini bahwa laki-laki dan perempuan memiliki fitrahnya masing-masing. Singkatnya, kalo yg memang sudah kita tau laki-laki fitrahnya memang diluar rumah, merantau, dan menjadi pemimpin. Kenapa juga tiba-tiba kita yang perempuan kepengenan untuk bisa ngelakuin apa yang biasa dilakuin sama laki-laki? Dan nggak, gak ada yg bilang itu karena perempuan gak mampu. Gw sangat tau bahwa perempuan itu potensial dan bahkan lebih kuat berkali-lipat dari laki-laki.
But dude, again, you are not gonna get my point of this post unless you understand my very first sentence.
Kita, perempuan, diciptakan bukan untuk memimpin suatu kaum yang mayoritasnya mungkin aja laki-laki. Kita lebih hebat dari sekedar itu. Kita diciptain untuk melahirkan, dan bahkan membentuk sebuah atau bahkan beberapa generasi, yang belom tentu bisa dilakukan oleh laki-laki. We, as a human being, is a generation. And we, as women, are the formers.
Tapi sebanyak apapun yang gw tulis disini jelas gak akan ada yang nyangkut kalo otak kita udah bukan islam-minded. Karena memang gw mengkhususkan post ini untuk para moslem women.
Jika kita, sebagai perempuan, merasa menjadi pemimpin bagi suatu kaum tertentu adalah kesejahteraan sejati yang kita impikan, percayalah bahwa itu hanyak untuk satu dunia, dunia yang kita tinggali hari ini. While, wake up, we are not living for only this one world. Ada dunia lain yang harus lebih kita prioritaskan walaupun hari ini gak keliatan. Percayalah, walaupun mungkin buktinya baru akan muncul setelah kita sama-sama nggak punya napas lagi.
And, believe me, I write this intentionally, just because I care, and as a love sign to every moslem women out there.
Lots of thanks for making time to read this.
XOXO,
FARHA.
3 comments
nice...
BalasHapusini sekedar pendapat gue tentang menyegerakan menikah, menurut gue ada sedikit benernya juga nyinyiran kaum feminis tentang nikah muda. karena menurut gue kebanyakan fenomena euforia nikah muda saat ini sedikit bergeser (Wallahualam, in my opinion) saat ini kebanyakan euforia nikah muda cuman jadi obsesi tanpa introspeksi, sejauh mana seorang wanita siap untuk melahirkan generasi terbaik, sejauh mana kesiapan ketaatan pada sang suami dll. kebanyakan hanya mengambil sisi "romansa" nya saja ketimbang ibadahnya, so gue setuju dengan menyegerakan menikah tapi dengan persiapan yang matang.
“Al-ummu madrasatul ula, iza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq.”
Ibu adalah sekolah utama, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik.
-Hasan Al-Banna-
dan poin tentang pemimpin di rumah menurut gue agak terlalu sempit walapun ada tekanan "mendahulukan prioritasnya".
lalu bagaimana dengan sumayyah, nusaibah dan khaulah? perempuan-perempuan tangguh di zaman rasul, yang tetap pada fitrahnya, tapi dengan perjuangan yang tak kalah atau bahkan lebih dari pria di zamannya
memang dalam surat al ahzab jelas ditekankan tentang keutamaan untuk berdiam di rumah, tapi ada poin lainnya tentang larangan bagi suami untuk membatasi beribadah seorang istri di luar rumah, menurut gue poin ini lah yang menjadikan wanita lebih unggul dalam kesempatan berpahala dari pada laki-laki. so, menurut gue itu bukan batasan tetapi sebuah kesempatan untuk lebih banyak meraih pahala namun tetap sesuai fitrahnya. mungkin si kaum feminis perlu diberikan komparasi tentang para wanita strong di zaman rasul, tampilkan perjuangannya dulu, baru ibadahnya karena mereka hanya melihat orientasi "duniawinya" saja bukan akhiratnya.
bukan bermaksud menghakimi hanya memberi opini, tetap menulis dan menginspirasi :)
-lelaki-
Hai thankyou for making time to read the post! I appreciate it.
HapusSebenernya, sebenernya nih ya, gw sangat makasih sihh krn lo udh nulis komen ttg apa yg ga bisa gw tulis krn terlalu rumit otak gw nyusunnya gimana:") Sounds like excuse tp SERIOUSLY gw bermaksud menuliskan hal yg lo tulis itu juga tp gw terlalu pusing nyusun & nyelip2innya jd kayak intinya aja deh.... gitu gw pun sblm post ini jg udh nanya2 ke nyokap ttg sumayyah di jaman nabi. Niat pgn masukin tp nanti sepanjang apa gangerti wkwk dan emg sbnrnya poin gw ga di nikah mudanya, tp lbh ke "jangan sampe cewek tuh mikir pernikahan cuma ngehambat doang & karir diatas segalanya" gitu, sih. Tp ngubah ke bahasa yg proper utk tulisan agak2 mager guenya... yaa so thank you!
Dan hmmm kok kyknya gw tau ya lo siapa? But I appreciate u as a writer to her reader aja gt loh ya:)
Dan oh ya.. tambahan lagi, sbnrnya kan inti komentar km pokoknya "perempuan masih bisa ini-itu asal sesuai fitrahnya" dan itu sbnrnya udah ada poin2 kandungannya di post gw yg ini kok hehe gw kan berkali2 nyebutin utk gak keluar dari fitrahnya apapun yg dilakuin, gitu siih.. dan lebih pgn ngebangun awareness para cewek aja ttg betapa islam memberikan ganjaran pahala dirumah itu melimpah dibanding diluar rumah bagi perempuan. Karna kalo kembali pd realitanya, sangat susah ngebagi balance antara "karir" dirumah dan karir diluar rumah. Berkarya dari rumah lebih bagus lagi, gitu sih.
BalasHapus